Kamis, 19 Maret 2009

JANGAN PERNAH LELAH BERAMAL

"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain". (Q.S. Al Insyirah: 7)

Ayyuhal Ikhwah rahimakumullah.

Tidak dipungkuri lagi dalam pandangan kita sebagai kader dakwah bahwa tabiat seorang mukmin sejati adalah berbuat, berbuat dan terus berbuat. Sehingga seluruh waktunya selalu diukur dengan produktivitas amalnya. Ia tidak akan pernah diam karena diam tanpa amal menjadi aib bagi orang beriman. Seorang mukmin akan terus mencermati peluang-peluang untuk selalu berbuat. Maka perlu kita ingat dalam sanubari yang paling dalam bahwa 'nganggur' dapat menjadi pintu kehancuran. Tidaklah mengherankan banyak ayat maupun hadits yang memotivasi agar selalu berbuat dan berupaya untuk menghindari diri dari sikap malas dan lemah. Malas dan lemah berbuat dianggap sebagai sikap dan sifat buruk yang harus dijauhi orang-orang beriman.
"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain". (Q.S. Al Insyirah: 7)

Ayyuhal Ikhwah rahimakumullah.

Tidak dipungkuri lagi dalam pandangan kita sebagai kader dakwah bahwa tabiat seorang mukmin sejati adalah berbuat, berbuat dan terus berbuat. Sehingga seluruh waktunya selalu diukur dengan produktivitas amalnya. Ia tidak akan pernah diam karena diam tanpa amal menjadi aib bagi orang beriman. Seorang mukmin akan terus mencermati peluang-peluang untuk selalu berbuat. Maka perlu kita ingat dalam sanubari yang paling dalam bahwa 'nganggur' dapat menjadi pintu kehancuran. Tidaklah mengherankan banyak ayat maupun hadits yang memotivasi agar selalu berbuat dan berupaya untuk menghindari diri dari sikap malas dan lemah. Malas dan lemah berbuat dianggap sebagai sikap dan sifat buruk yang harus dijauhi orang-orang beriman.

Mengingat tugas dan tanggung jawab yang kita emban sangat besar dan masih banyak agenda yang menanti untuk diselesaikan maka segeralah untuk menyiapkan diri menunaikannya. Rasanya perlu dicamkan dalam benak pikiran kita akan nasehat syaikh Abdul Wahab Azzam:

'Pikiran tak dapat dibatasi, lisan tak dapat dibungkam, anggota tubuh tak dapat diam. Karena itu jika kamu tidak disibukan dengan hal-hal besar maka kamu akan disibukan dengan hal-hal kecil'.

Oleh karena itu Rasulullah SAW. segera memberangkatkan para sahabat dalam ekspedisi militer yang beruntun sesudah Badar untuk meminimalisir konflik internal yang amat mungkin terjadi lantaran berhenti sesudah amal besar.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.

Setiap kesempatan yang diberikan kepada seorang mukmin maka setiap saat itu pula ada satu kaedah perintah secara implisit untuk dapat mengukir prestasi dirinya. Agar apa yang dilakukannya dengan berputarnya waktu mampu disesuaikan dengan tuntutan zaman dan kapabilitas rijal-nya. Seperti kaedah dakwah yang memaparkan, 'setiap dakwah ada marhalah (tahapan)nya dan setiap marhalah ada tuntutannya dan setiap tuntutan ada orangnya'.

Sangat mudah untuk dipahami bila setiap waktu ada tuntutannya maka kita mesti menyelaraskan diri agar sesuai dengannya. Tuntutan ini selaras dengan amanah yang diembankan kepada kita saat ini. Dan dalam pandangan Islam setiap amanah merupakan sesuatu tugas yang tidak boleh dikhianati atau diabaikan hingga tidak dapat menunaikannya dengan baik. Inilah kesempatan emas bagi kita untuk mengukir ukiran terindah dalam hidup kita secara personal maupun kolektif agar kita mampu memberikan cermin indah bagi orang lain ataupun generasi berikutnya. Inilah saat yang tepat bagi kita mengukir prestasi. Pergunakanlah sebaik-baiknya agar kita memiliki investasi besar dalam dakwah ini.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.

Kita telah mafhum bahwa kemarin kita telah memaksimalkan tadhiyah untuk jihad siyasi. Dan kitapun telah mengetahui balasan yang diberikan Allah atas upaya maksimal kita. Namun bukan berarti kita telah selesai dalam amal jihadiyah ini. melainkan kita menindak lanjuti prosesi amal ini. Agenda besar yang dapat kita lakukan adalah:

Pertama, Recovery tarbiyah, maksudnya adalah mengembalikan iklim tabawi seperti semula yang menanamkan sikap komitmen pada Islam sikap kekokohan maknawi dan militansi nilai-nilai dakwah. Begitu pula tentang apakah perjalanan liqa tarbawinya sebagaimana perjalanan di waktu normal. Memang kita akui bahwa saat kemarin perjalanan liqa tarbawi ini sedikit mengalami 'gangguan'. Juga kondisi ruhaniyah dan moral para kader dakwah yang selalu menjadi pijakan dasar bagi para kader apakah dalam kondisi prima ataukah sebaliknya. Sehingga aktivitas yang biasa dilakukan melalui mabit-mabit dapat dikerjakan atau jalasah ruhiyah yang selalu diagendakan bagi akhwat dan lainnya. Hal ini tentu berdasarkan pada pandangan bahwa tarbiyahlah yang menjadi pijkan dakwah kita sehingga aktivitas ini harus segera diin'asy (disegarkan) kembali.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.

Kedua, Taushi'atut Tajnid (Ekspansi Rekrutmen), sesudah banyak orang yang berhimpun dalam barisan dakwah ini maka kita harus memberikan hak tarbiyah mereka. Apalagi mereka pun sesungguhnya sangat menanti kehadiran kader dakwah untuk bisa membina diri mereka dan menjadikan mereka sebagai bagian dari mesin besar dakwah ini. Pada waktu yang lalu rekrutmen kader terbatas pada satu pintu tertentu, yakni kalangan akademisi. Di hari ini segmentasi rekrutmen sudah sangat beragam. Sehingga para junud dakwah ini harus dapat mengantisipasi untuk memperluas wilayah pembinaan di berbagai kalangan. Orang-orang yang telah berhimpun itu secara tidak langsung mengandung tanggung jawab untuk membina mereka menjadi kader yang sesunguhnya.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.

Ketiga, Ta'amuq Dzaty, memperdalam kualitas dan kemampuan diri. Sudah kita ketahui bahwa semakin banyak amanah yang dipercayakan umat kepada kita maka harus semakin meningkat kualitas dan kemampuan kita untuk dapat menunaikannya. Dan sekarang amanah yang diserahkan kepada kita pun dengan urusan yang beragam. Sehingga kita pun selayaknya memperdalam kemampuan kita untuk dapat menyelesaikan urusan orang banyak yang beragam itu.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.

Keempat, Taqwiyatu Billah, memperkokoh hubungan dengan Allah SWT. yang dapat menjadikan diri kita mampu dan kuat tidak lain karena hubungan yang kuat pula pada Allah SWT. sehingga kita tidak boleh mengabaikan amal-amal yang menghantar diri kita ke arah itu. Dan amaliyah ini sedapat mungkin menjadi harian kader yang selalu menghias pada jiwa dan raganya. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan kepada diri kita untuk dapat melaksanakan tugas-tugas yang kita emban hari ini. Amien. Wallahu 'alam bishshawab.

"Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". (Q.S. At Taubah: 105).

[Departemen Kaderisasi DPP PKS]




[+/-] Selengkapnya...

Potensi Manusia (Taqatul Insan)

Setiap kali pandangan ini tertuju pada orang-orang yang bermegah-megah
dalam perjalanan hidup ini, disuatu hari ataupun disuatu kota di negeri yang dibilang maju ini, selalu muncul argument dalam diri ini, bahwa mereka begitu beruntungnya dibandingkan saudara-saudara kita di tempat lain, yang dimana mereka untuk menghidupi dirinya dan keluarganya perlu kerja yang sangat keras sekali ataupun malah lebih memprihatinkan dari itu, oleh karena sebenarnya mereka menjadi korban-korban dari mereka yang hidup bermegah-megahan itu baik yang langsung maupun tidak langsung.

Kemegahan itu akhirnya malah menjadikan mereka lupa kepada perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhannya, Rabb Semesta alam, yang menciptakan mereka penuh dengan segala kenikmatan. Mereka tidak mengindahkan petunjuk-petunjuk yang diturunkan Rabbnya melalui Rasulnya kepada seluruh manusia dan makhluk lainnya sampai hari berakhirnya kehidupan didunia ini. Sehingga seperti Allah tabaraka ta'ala peringatkan, bahwa neraka jahanam adalah tempat bagi mereka dihari akherat nanti
Setiap kali pandangan ini tertuju pada orang-orang yang bermegah-megah
dalam perjalanan hidup ini, disuatu hari ataupun disuatu kota di negeri yang dibilang maju ini, selalu muncul argument dalam diri ini, bahwa mereka begitu beruntungnya dibandingkan saudara-saudara kita di tempat lain, yang dimana mereka untuk menghidupi dirinya dan keluarganya perlu kerja yang sangat keras sekali ataupun malah lebih memprihatinkan dari itu, oleh karena sebenarnya mereka menjadi korban-korban dari mereka yang hidup bermegah-megahan itu baik yang langsung maupun tidak langsung.

Kemegahan itu akhirnya malah menjadikan mereka lupa kepada perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhannya, Rabb Semesta alam, yang menciptakan mereka penuh dengan segala kenikmatan. Mereka tidak mengindahkan petunjuk-petunjuk yang diturunkan Rabbnya melalui Rasulnya kepada seluruh manusia dan makhluk lainnya sampai hari berakhirnya kehidupan didunia ini. Sehingga seperti Allah tabaraka ta'ala peringatkan, bahwa neraka jahanam adalah tempat bagi mereka dihari akherat nanti

Hai manusia, sesungguhnya Allah, Rabb engkau yang menciptakan seluruh kehidupan ini, sudah memberikan potensi-potensi untuk memahami petunjuk-petunjuk yang datang dariNya, yakni : potensi engkau mendengar
( As-sam'u ), potensi engkau bisa melihat, dan potensi engkau memahami dengan hati engkau.

Allah berfirman di Al Qur'an (Al Insan 76:1-3):

1. Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut (QS. 76:1)

2. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS. 76:2)

3. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (QS. 76:3)

Coba sekarang kita pahami baik-baik petunjuk-petunjuk Allah dalam Al QuranNya yang karim ini, setelah Allah menginginkan terciptanya manusia dari setetes mani yang bercampur, kemudian Allah menguji kehadiran mereka dengan perintah-perintah dan larangan-laranganNya.

Untuk itu Allah mempersiapkan kepada mereka dua potensi yakni "mendengar dan melihat". Melalui dua potensi ini seperti yg diteruskan di Ayat ketiga bahwa mereka hendaknya memilih jalan yang lurus yang sudah ditunjuki Allah SWT kepada mereka, agar nantinya Allah menggolongkan mereka ke dalam orang-orang yang bersyukur.

Firman Allah SWT di QS.An Nahl 16:78 mengingatkan:

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Ironis, karena pada kenyataannya banyak manusia yang tidak mampu memanfaatkan potensi-potensi tersebut untuk memahami dan menapaki jalan Allah yang lurus, dan mensyukuri pemberian Allah kepada mereka, sehingga mereka di katakan Allah SWT : kafir.
Di Firman Allah SWT yang lainnya yang sama bunyinya : QS.As Sajdah 32:9:

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu kendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

Mereka yang mengkafiri nikmat Allah SWT itu adalah tempatnya Neraka Jahanam, yang kebanyakan terdiri dari Jin dan Manusia, disebabkan mereka engkar dan tidak memanfaatkan potensi yang sudah Allah SWT berikan kepada mereka selama hidup di dunia. Dengan keyakinan pengetahuan Allah yang Maha Luas, Allah bahkan mengumpamakan manusia yang kafir ini bagaikan binatang ternak, bahkan lebih parah dari itu.

Disurat Al A'raaf(7):179 , Allah berfirman:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai.

Sesungguhnya binatang ternak bisa mendatangkan manfaat pada tuannya,
sehingga tuannya merasa puas atas pekerjaannya. Diperintahkan untuk
menggarap tanah, berangkat ke kandang dan bertelur, atau menarik gerobak, mereka mau melakukan. Tetapi sebagian manusia itu tidak
mengikuti perintah-perintah dan larangan-larangan sang Penciptanya, yang juga memberikan hati untuk memahami perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhannya. Dari hati merekalah sumber permasalahannya,
sehingga mereka menutup telinga mereka dan membutakan matanya terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan Allah SWT, walaupun mereka sudahmenyaksikan dan mendengar kebesaran Allah di muka bumi ini.

Firman Allah SWT di QS.Al Hajj 22:46 : maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

Tanggung Jawab ( mas'uliyah)

Pemberian potensi-potensi yang diberikan Allah SWT tadi, sesungguhnyaharus dipertanggung jawabkan.

Firmah Allah (17:36):

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.

Apakah tanggung jawab atas potensi itu?, Tidak lain adalah beribadah kepada Nya. Karena memang penciptaan manusia adalah semataa-mata untuk beribadah kepadaNya.

Dalam Do'a Iftitah disetiap sholat kita, kita senantiasa senandungkan bahwa: "Sesungguhnya Sholatku, Dermaku, Hidupku, Matiku hanya untuk Allah, Rabb Semesta Alam". Ibadah tidak hanyak merupakan pelaksanaan rukun islam yang lima, juga semuat aktivitas kita diibadahkan untuk Allah SWT.

Amanah dan Khalifah Maka setelah manusia sudah mampu melakukan mas'uliyah ini dengan baik, selanjutnya Allah memberikan amanah (kepercayaan), seperti yang sebutkan di Firmah Allah SWT (QS.33:72) :

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, Dan apabila amanah tersebut bisa manusia laksanakan dengan baik, maka pantaslah mereka menjadi Khalifah di bumi ini ( QS.An Nur(24):55).

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.

Allah menggambarkan ciri-ciri khalifah yang diinginkannya itu dalam Al Quran (QS.48:29)

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar.

Semoga kita termasuk kedalam orang2 yg bersyukur kepadaNya, hasbunallahu wanikmal wakil. wasalam - A. Jarin/ Region 4 -

(Naskah dari PIPPK - di Negara Jerman bid. Koordinasi Region Jerman Tengah / Region 4)

-------------
PIPPK - Pusat Informasi dan Pelayanan Partai Keadilan di Negara Jerman

Ketua: Haikal Djauhari
Sekretaris: Soeprijanto




[+/-] Selengkapnya...

Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar

Oleh Syamsu Hilal
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali Imran:104)

Di antara kewajiban asasi dalam Islam adalah kewajiban melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, suatu kewajiban yang dijadikan oleh Allah Swt. sebagai salah satu dari dua unsur pokok keutamaan dan kebaikan umat Islam. Sebagaimana halnya Allah Swt. memuji orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, maka Allah Swt. mencela orang-orang yang tidak menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Oleh Syamsu Hilal
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali Imran:104)

Di antara kewajiban asasi dalam Islam adalah kewajiban melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, suatu kewajiban yang dijadikan oleh Allah Swt. sebagai salah satu dari dua unsur pokok keutamaan dan kebaikan umat Islam. Sebagaimana halnya Allah Swt. memuji orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, maka Allah Swt. mencela orang-orang yang tidak menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.

Allah Swt. berfirman, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka selalu durhaka dan melampuai batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” (QS Al-Maidah: 78-79).

Dengan demikian, seorang Muslim bukanlah semata-mata baik terhadap dirinya sendiri, melakukan amal saleh dan meninggalkan maksiat serta hidup di lingkungan khusus, tanpa peduli terhadap kerusakan yang terjadi di masyarakatnya. Muslim yang benar-benar Muslim adalah orang yang saleh pada dirinya dan sangat antusias untuk memperbaiki orang lain. Dialah yang digambarkan oleh Allah Swt. dalam QS Al-‘Ashr,

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS Al-‘Ashr: 1-3).

Tidak ada keselamatan bagi seorang Muslim dari kerugian dunia dan akhirat, kecuali dengan melakukan tawashi bil haq dan tawashi bish shabr yang biasa diistilahkan amar ma’ruf nahi munkar. Maka setiap kemungkaran yang terjadi pada suatu masyarakat Muslim hanyalah disebabkan oleh kelengahan masyarakat Muslim itu sendiri.

Oleh karena itu, Rasulullah Saw. besabda, “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Maka barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan tangannya), hendaklah ia mengubah dengan lisannya, dan barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan lisannya), hendaklah ia mengubah dengan hatinya, tetapi yang demikian itu adalah selemah-lemah iman” (HR Muslim).

Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa mengubah kemungkaran merupakan kewajiban setiap Muslim. Sesuai dengan urutannya, setiap Muslim hendaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menghentikan kemungkaran dengan tangannya. Bila tidak mampu dengan tangan, maka dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, maka cukuplah hati kita mengingkari dan menolaknya, bukan justru mendukungnya.

Namun, kebanyakan umat Islam saat ini kurang peduli dengan kemungkaran yang merebak di masyarakatnya. Atau ia langsung memilih alternatif ketiga, yaitu mengubah kemungkaran dengan hatinya, padahal ia belum mencoba mengubah dengan tangannya atau dengan lisannya.

Dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar, ma’ruf adalah maa ‘arofahu al-aqlu wasy-syarru’ (sesuatu dianggap ma’ruf bila seusai dengan ajaran Islam dan akal), sehingga ukuran kebaikan itu tidak terletak pada subyektifitas perorangan. Kita sering mendengar sesuatu baik, akan tetapi tidak jelas baik menurut siapa. Baik dalam mustholahul Islami adalah baik menurut Allah dan baik menurut akal. Sedangkan al-munkar adalah maa ankaro ‘alaihi aqlu wasy-syar’ (sesuatu yang diingkari oleh akal dan Islam). Jadi amar ma’ruf nahi munkar itu dua istilah terminologi dalam Islam, sehingga cara memahaminya harus dikembalikan kepada Islam itu sendiri.

Dalam QS Ali Imran: 110, Allah Swt. berfirmah, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk mansia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah …”

Jadi agar menjadi yang terbaik, maka kita harus berani di tengah-tengah masyarakat untuk melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan. Dengan menjadi umat terbaik, maka kita bisa memelihara kehidupan manusia dari berbagai macam keburukan dan kerusakan, baik keburukan dalam akhlaq, keburukan dalam sistem ekonomi, keburukan dalam dunia politik, kerusakan dalam dunia pendidikan, dan lain sebagainya. Upaya pemeliharan yang harus kita lakukan adalah dengan senantiasa menggulirkan amar ma’ruf nahi munkar. Dan agar upaya amar ma’ruf nahi munkar ini berlangsung dengan baik, maka kita harus memiliki kekuatan yang memadai. Tanpa dukungan kekuatan yang memadai, sebuah jama’ah akan mengalami kesulitan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan sempurna.

Kekuatan yang dimaksudkan di sini bukan hanya berupa senjata saja, tapi yang lebih penting adalah kekuatan ruhiyah (kekuatan mentalitas). Dengan kondisi ruhiyah yang baik dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, kita tidak akan dikendalikan oleh perasaan kita. Ketika seorang da’i dalam berdakwah dikuasai oleh perasaannya, akan mudah merasa tidak enak ketika harus berdakwah kepada orang tuanya, atau kepada saudaranya, atau kepada mantan gurunya. Kita harus merasa lebih tidak enak kepada Allah kalau kita tidak berdakwah.

Keketapan Allah Swt. untuk menjadi umat Islam sebagai umat terbaik bukan merupakan basa-basi dari Allah Swt. Umat Islam memang umat terbaik, tapi itu semua membutuhkan kerja nyata dan pengorbanan. Karena keterbaikan kita bukan karena faktor keturunan, meski kita dilahirkan dalam keluarga Muslim. Justru ke-Musliman kita harus senantiasa kita kembangkan sehingga akhirnya benar-benar bisa menjadi yang terbaik. Jangan sampai kita mempunyai pemahaman seperti orang-orang Ahli Kitab. Mereka merasa yang terbaik bukan karena kualitas keimanan kepada Allah Swt., akan tetapi karena mereka merasa keturunan Yahudi dan Nasrani.

Mereka menganggap bahwa orang Yahudi dan Nasrani adalah bangsa pilihan. Pemahaman seperti ini masih melekat sampai sekarang, terutama pada orang-orang Yahudi. Oleh karena itu penyakit orang Yahudi ini jangan sampai menular pada umat Islam. Jangan sampai ada seorang Muslim yang menganggap dirinya terbaik bukan karena kualitas keimanannya kepada Allah, akan tetapi karena ia keturunan seorang Muslim. Padahal kemuliaan dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh faktor keturunan, akan tetapi karena ketaqwaannya kepada Allah sesuai dengan firman-Nya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS Al-Hujurat:13).

Jadi, menjadi umat terbaik bukan karena faktor keturunan, akan tetapi karena adanya amal yang produktif dalam rangka menjaga kehidupan umat manusia dari kemungkaran-kemungkaran dan dalam rangka melakukan amar ma’ruf, yang semuanya dilandasi oleh keimanan.

Dalam sebuah ayat, Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al-Maidah: 35).

Dalam ayat ini, Allah Swt. menyuruh kita untuk mencari wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. kemudian berjihad dengan menggunakan wasilah itu sampai Allah Swt. memberikan kemengan dunia dan akhirat.

Kalau ayat ini kita padukan dengan QS Ali Imran: 104 di atas, maka kita akan memahami bahwa Allah Swt. menyuruh kita mencari atau membuat sebuah wasilah dimana dengan wasilah itu kita dapat berjihad dengan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar hingga Allah Swt. memberikan kemenangan kepada kita.

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, wasilah memiliki dua arti. Pertama, wasilah berarti alat, usaha yang dapat mencapai tujuan. Kedua, wasilah berarti derajat yang tertinggi di surga yang disediakan untuk Nabi Muhammad Saw. Hal ini dijelaskan Rasulullah Saw. dalam sabdanya,

“Jika kalian bersalawat untukku, maka mintakan kepada Allah untukku wasilah. Sahabat bertanya, ‘Apakah wasilah itu ya Rasulullah?’ Jawab Nabi Saw., ‘Tingkat yang tetinggi di surga, tidak akan dicapai oleh seseorang, dan aku berharap semoga akulah orangnya” (HR Ahmad dan Tirmidzi).

Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menetapkan empat syarat melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Pertama, perkara tersebut disepakati kemungkarannya. Artinya, kemunkarannya ditetapkan berdasarkan nash syara’ yang tegas dan jelas, atau berdasarkan kaidah-kaidah yang qath’i setelah melalui penyelidikan. Perkara tersebut adalah sesuatu yang jelas-jelas keharamannya dimana pelakunya berhak mendapat siksa, baik berupa melakukan sesuatu yang dilarang, maupun meninggalkan sesuatu yang diperintahkan. Baik yang termasuk dosa kecil maupun dosa besar.

Kedua, kemunkaran dilakukan secara terang-terangan atau dapat dilihat berdasarkan bukti-bukti yang jelas dan benar. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw., “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran …” Mencegah kemungkaran harus berdasarkan penglihatan mata, bukan karena mendengar dari orang lain.

Ketiga, adanya kemampuan bertindak untuk mengubah kemungkaran. Hal ini juga berdasarkan hadits yang sama. Siapa yang tidak mampu mengubah dengan tangan dan lisannya, maka cukuplah baginya menolak kemungkaran dengan hatinya. Biasanya yang mempunyai kemampuan ialah penguasa di wilayah kekuasaannya, misalkan suami terhadap istri, ayah terhadap anak-anaknya, ketua sebuah organisasi terhadap anggotanya, dan pemerintah terhadap rakyatnya.

Keempat, tidak dikhawatirkan akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Misalkan, pencegahan terhadap sebuah kemungkaran menimbulkan fitnah yang dapat memicu pertumpahan darah. Hal ini didukung oleh hadits Nabi Saw., “Kalau bukan karena kaummu baru terentas dari kemusyrikan, niscaya saya bangun Ka’bah di atas pondasi yang dibangun Ibrahim” (HR Bukhari). Wallahu a’lam bishshawab.




[+/-] Selengkapnya...

KITA DAN AL QUR'AN

Oleh: Ustadz Syamsi Ali
New York, Amerika Serikat

Dalam berinteraksi dengan Al qur'an, umat Islam saat ini berada di antara 4 situasi:

Pertama, tersebutlah dalam sebuah cerita bahwa sepasang suami isteri dari sebuah desa berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka tahu, bahwa mutu emas di tanah Arab itu sangat tinggi serta harganya pun relatif lebih murah. Untuk itu, mereka pun sepakat untuk membeli kalung dan seperangkat perhiasan lainnya. Sekembali ke kampungnya, mereka menyimpang emas-emas tersebut dalam sebuah laci yang indah dan dikunci rapat-rapat. Mereka melakukannya karena menganggap bahwa emas tersebut adalah sesuatu yang berharga, memiliki nilai besar (value) sehingga perlu dijaga dengan disimpan di tempat yang aman. Akhirnya, emas tersebut tidak pernah dipakai atau dinikmati sebagai perhiasan yang berharga karena kekhawatiran akan menurunkan nilai atau value dari emas yang dilikinya.

Oleh: Ustadz Syamsi Ali
New York, Amerika Serikat

Dalam berinteraksi dengan Al qur'an, umat Islam saat ini berada di antara 4 situasi:

Pertama, tersebutlah dalam sebuah cerita bahwa sepasang suami isteri dari sebuah desa berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka tahu, bahwa mutu emas di tanah Arab itu sangat tinggi serta harganya pun relatif lebih murah. Untuk itu, mereka pun sepakat untuk membeli kalung dan seperangkat perhiasan lainnya. Sekembali ke kampungnya, mereka menyimpang emas-emas tersebut dalam sebuah laci yang indah dan dikunci rapat-rapat. Mereka melakukannya karena menganggap bahwa emas tersebut adalah sesuatu yang berharga, memiliki nilai besar (value) sehingga perlu dijaga dengan disimpan di tempat yang aman. Akhirnya, emas tersebut tidak pernah dipakai atau dinikmati sebagai perhiasan yang berharga karena kekhawatiran akan menurunkan nilai atau value dari emas yang dilikinya.

Kedua, sepasang suami isteri dari kampung lain melancong ke kota New York, kota metropolitan, kotanya dunia. Setiba di New York, mereka mencari tempat untuk menyewa mobil. Setelah deal selesai, sang penyewa meminta sebuah "map" (peta) kota New York. Mereka sadar, sebagai musafir yang asing (stranger traveler) mereka memerlukan peta agar tidak tersesat dalam perjalanan di kota yang baru bagi mereka. Sayangnya, selama perjalanan peta (map) tersebut hanya dipegang, minimal dilihat tapi tidak difahami secara serius petunjuk-petunjuknya. Akhirnya, mereka berjalan dan berjalan, namun tujuan yang ingin dicapainya tidak pernah dicapainya. Bahkan mereka berjalan ke arah yang sesat, terperangkap dalam sebuah rimba yang penuh binatan buas.

Ketiga, seorang pemuda kampung datang ke kota. Setiba di kota, sang pemuda diajak ke pantai oleh seorang temannya yang kebetulan penyelam. Sesampai di pantai tersebut, sang pemuda pertama kali menemukan kotoran-kotoran, sampah-sampah dan hanya pasir-pasir dan batu-batuan. Terbetiklah dalam benak pemuda kampung, betapa bodohnya pemuda kota yang selalu menyelam di lautan yang hanya penuh kotoran dan sampah tersebut. Sang pemuda kampung tidak sadar, betapa dalam lautan tersembunyi mutiara dan berbagai benda berharga lainnya. Sayangnya, sang pemuda hanya mampu melihat pinggiran lautan yang tidak terpelihara secara baik sehingga penuh dengan kotoran dan sampah dan tidak mampu menangkap berbagai rahasia keindahandi dalamnya.

Keempat, Seorang pensiunan hansip dari sebuah kampung terpencil pergi melancong ke kota London. Selama menjadi hansip, dia selalu taat dengan aturan-aturan yang selama ini dihafalnya, termasuk menghafal lafaz pancasila dan pembukaan uud 45-nya. Sebagai law obedient person, dia sudah bertekad untuk tidak melakukan lagi hal-hal lain yang di luar hafalannya. Setiba di London, sang hansip diperhadapkan kepada aturan-aturan baru yang selama ini belum ada di pemikirannya. Maka, ia menolak untuk mentaati kota London karena menurutnya, aturan-aturan tersebut tidak sesuai dengannya yang selama ini difahaminya.

Ikhwati,

Kira-kira begitulah sekarang ini. Kita dalam berinteraksi dengan Al Qur'an berada pada posisi di atas, atau minimal berada pada salah satu kelompok manusia as sebagaimana digambarkan di atas:

Pertama, kita sadar bahwa Al Qur'an itu sangat berharga, memiliki nilai yang sangat tinggi. Al Qur'an itu kita hargai dan cintai. Namun pernghargaan dan kecintaan kita terhadap Al Qur'an, ibarat kecintaan dan penghargaan seorang haji terhadap emasnya. Kita membeli Al Qur'an yang paling fancy, yang paling mahal dan paling indah. Sayangnya, Al Qur'an hanya dijadikan perhiasan yang tersimpan di dalam laci, dikunci karena dianggap suci. Al Qur'an justeru karena keyakinan kesuciannya, jarang tersentuh. Paling tidak, hanya disentuh disaat akan membaca Yaasiin, karena mungkin seseorang di antara anggota keluarga ada yang sakit keras (sakarat) atau mungkin karena seseorang meninggal dunia.

Kedua, kita sadar bahwa kita semua adalah musafir menuju peristirahatan akhir. Kita berjalan menuju alam kekal. Dan di dalam perjalanan ini, kita membutuhkan peta (map), petunjuk jalan agar kita tidak tersesat. Dengan peta, kita minimal akan mudah menemukan jalan yang terefektif dan aman. Jika tidak, maka mungkin saja, kita tersesat ke dalam hutan rimba yang penuh srigala dan binatan buas lainnya. Dunia ini adalah ganas. Dunia ini penuh dengan perangkap dan tipu muslihat. Kalaulah dalam perjalanan ini, kita tidak cermat mencari jalan aman, sesuai dengan petunjuk jalan yang baku, maka kita dapat terjatuh dalam perangkap dan tipu muslihat duniawi. Sayangnya, peta atau petunjuk jalan tersebut, hanya dipegang dan tidak dipelajari, atau minimal dibaca tapi tidak difahami. Sehingga rasanya, perjalanan kita serba semrawut tidak terarah, karena peta yang kita miliki hanya justeru menjadi beban dalam perjalanan.

Ketiga, kurangnya keimanan dan keilmuan kita, menjadikan kita kadang tergesa-gesa mengambil sebuah kesimpulan keliru terhadap Al Qur'an. Arogansi manusia tidak jarang berkata, Al Qur;an itu hanya penuh dengan beban-beban ajaran yang menghambat kemajuan hidup atau kehidupan yang dinamis. Al Qur'an menghambat kemajuan dunia. Al Qur'an telah usang. Al Qur'an hanya akan semakin menghambat kehidupan yang modern. Ibarat pemuda kampungan yang diajakn jalan ke pinggir pantai pertama kali. Padahal, Al Qur'an adalah lautan yang tak akan pernah habis terselami. Di dalamnya tersimpan segala sesuatu yang berharga. Di dalamnya ada emas, mutiara dan berbagai barang mulia dengan valuenya yang sangat tinggi. Sayang otak kampungan menganggapnya justeru hanya “hambatan” kemajuan kehidupan yang dianggap modern.

Keempat, pada semua negeri ada aturan. Aturan adalah sebuah keniscayaan. Negeri tanpa aturan tak lebih dari sebuah negeri dari kumpulan hewan-hewan. Manusia yang hidup dalam sebuah negeri, tanpa ingin diatur oleh sebuah aturan, mereka tak lebih dari hewan-hewan yang berbentuk manusia. Kita hidup di negerinya Allah. Kita menumpang mencari makan, sedang melancong (musafir) dalam negeriNya. Maka, akankah diterima sebagai sebuah kewajaran, di saat kita mengatakan bahwa aturan Al Qur'an tak bisa diterima karena "aku" sendiri sudah punya aturan? Jika tetap berpendirian demikian, silahkan cari negeri, silahkan cari dunia, di mana anda dapat mengklaim sebagai dunia yang Tuhan tidak perlu campur tangan. Ciptakanlah dunia baru anda, yang di dalamnya Tuhan memang tidak perlu campur tangan. Selama anda masih ada di planet sekarang, planet yang anda merasa belum pernah menciptakannya sendiri, jangan coba-coba berprilaku “kuno” menganggap punya aturan-aturan sendiri. Karena di mana pun anda pergi, setiap pemilik negeri akan membuat aturannya sendiri. Dan dunia seluruhnya (al’aalamiin) adalah negeriNya Allah. Untuk itu, adalah sangat tidak masuk akal dan tidak realisits, jika anda menolak aturan Allah SWT.

Ikhwati,

Lalu di manakah saya, anda dan kita semua? Masih masih-masing kita melakukan introspeksi. Buka akal dan hati, hancurkan keegoan yang selalu angkuh dan bersikap “fir’aunis” ala Ramsis II. [Sya]




[+/-] Selengkapnya...

MUSYAWARAH/SYURO

Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Email: ayani@indosat.net.id
Dalam kehidupan bersama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat maupun bangsa,
musyawarah merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Hal ini karena dalam kehidupan
berjamaah, ada banyak kepentingan, kebutuhan maupun persoalan yang harus dihadapi dan
diatasi secara bersama-sama agar bisa terjalin kerjasama yang baik. Dalam proses musyawarah
itulah, harus berlangsung apa yang disebut dengan dialog.
Secara harfiyah, syura bermakna menjelaskan, menyatakan, mengajukan dan mengamnbil sesuatu. Syura
adalah menyimpulkan pendapat berdasarkan pandangan antar kelompok. Kata syura sudah menjadi bahasa
Indonesia yang kemudian dikenal dengan istilah musyawarah. Dalam bahasa Indonesia, musyawarah
adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah bersama.Landasan Hukum Syura
Di dalam Al-Qur’an, terdapat tiga ayat yang menjelaskan tentang syura. Dari ayat-ayat ini, dapat kita
simpulkan bahwa musyawarah harus kita lakukan dalam tiga aspek. Pertama, musyawarah terhadap
persoalan keluarga, hal ini karena dalam kehidupan keluarga, khususnya antara suami dengan isteri,
terdapat hal-hal yang harus disepakati dan diatasi sehingga kehidupan rumah tangga bisa berjalan dengan
baik. Allah Swt berfirman yang artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bartaqwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (2:233).
Dari ayat di atas, dapat diambil sebuah pelajaran bahwa dalam kehidupan keluarga, persoalan yang tidak
terlalu besar saja seperti menyusui harus disepakati melalui proses musyawarah, apalagi persoalan yang
lebih besar dan lebih prinsip dari itu.
Kedua, musyawarah terhadap persoaan-persoalan masyarakat sehingga dengan musyawarah itu
masyarakat tidak bisa mengelak dari keharusan berlaku patuh kepada ketentuan yang berlaku, Allah Swt
berfirman yang artinya. Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka (QS 42:38).
Ketiga, musyawarah terhadap persoalan politik, perjuangan, dakwah dan kenegaraan. Karena itu, ketika
Rasulullah Saw memimpin pasukan perang beliau harus bermusyawarah dengan para sahabat yang
menjadi pasukannya, namun pada saat hasil keputusan musyawarah tidak dipatuhi, maka hal itu tidak
boleh membuat seorang pemimpin menjadi emosional, Allah Swt berfirman yang artinya: Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahkan dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS 3:159)
Urgensi Syura Dalam Islam
Dalam pandangan Islam., syura memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai Penting dari syura antara
lain: Pertama, salah satu prinsip penting dalam ajaran Islam yang sangat ditekanlah Allah Swt, karena hal
ini merupakan bagian yang sangat penting dari ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah merupakan salah satu
bukti dari iman.
Kedua, prinsip jalan tengah dari segala perbedaan pendapat, yakni prinsip keseimbangan antara kehendak
individu dengan kehendak bersama, hal ini bisa kita pahami dalam kaitan kedudukan umat Islam sebagai
umat yang pertengahan, Allah Swt berfirman yang artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan
kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu (QS 2:143).
Kaidah-Kaidah Syura
Di dalam surat Ali Imrah: 159 di atas, terdapat kaidah syura yang harus kita penuhi ketika kita melakukan
musyawarah.
Pertama, berlaku lemah lembut, baik dalam sikap, ucapan maupun perbuatan, bukan dengan sikap dan
kata-kata yang kasar, karena hal itu hanya akan menyebabkan mereka meninggalkan majelis syura.
Kedua, memberi maaf atas hal-hal buruk yang dilakukan sebelumnya atau orang yang bermusyawarah
harus menyiapkan mental pemaaf terhadap orang lain karena bisa jadi dalam proses musyawarah itu akan
terjadi hal-hal kurang menyenangkan atas sikap, perkataan atau tindak-tanduk orang lain terhadap diri
kita. Manakala sikap pemaaf ini tidak kita miliki dalam bermusyawarah, hal itu akan berkembang menjadi
pertengkaran secara emosional dan berujung pada perpecahan yang melemahnya kekuatan jamaah atau
organisasi.
Ketiga, berorientasi pada kebenaran, karena sesudah musyawarah dilaksanakan, keputusan-keputusan
yang telah diambil harus dijalankan dan semua itu dalam rangka menunjukkan ketaqwaan kepada Allah
Swt. Manakala musyawarah berorientasi pada ketaqwaan dan kebenaran, maka tidak ada pembicaraan
yang dikemukakan sekedar untuk meraih kemenangan dalam perdebatan, tapi untuk menjalankan
nilai-nilai kebenaran.
Keempat, memohon ampun bila melakukan kesalahan sehingga dalam musyawarah bila seseorang
mengemukakan pendapatnya yang disadari sebagai sesuatu yang salah ia akan mencabut pendapatnya itu
meskipun telah disetujui oleh majelis syura. Kelima, bertawakkal kepada Allah Swt setelah musyawarah
selesai, bukan malah saling salah menyalahkan ketika ada hal-hal yang tidak menyenangkan menimpa
jamaah atau organisasi.
Kajian Syura Dalam Sirah
Dalam sirah Nabawiyah (sejarah Nabi), kita dapati bagaimana Rasulullah Saw bermusyawarah dengan
para sahabatnya. Ketika hendak berhijrah ke Madinah, beliau kumpulkan sahabat-sahabat utama untuk
bermusyawarah guna membicarakan strategi penting perjalanan hijrah. Hasilnya adalah pembagian tugas
dari masing-masing sahabat, misalnya Ali bertugas tidur di tempat tidur Nabi saw untuk mengelabui
orang-orang kafir yang mengepung rumah Nabi. Sementara Abu Bakar ditugaskan untuk mengatur
perjalanan dan persembunyian Nabi di Gua Tsur selama tiga hari, termasuk mempersiapkan logistik dan
sumber informasi. Adapun Umar bin Khattab mendapat tugas mengalihkan opini orang-orang kafir
seolah-olah Nabi telah berangkat ke Madinah, begitulah seterusnya strategi hijrah dimusyawarahkan oleh
Nabi dengan para sahabatnya sehingga perjalanan hijrah ke Madinah bisa berjalan dengan baik.
Disamping itu, pada saat hendak berperang, beliau juga bermusyawarah dalam mengatur strategi perang
sehingga para sahabat bisa menyampaikan usul dan saran, bahkan bila usul dan saran itu memang bagus,
hal itu bisa menjadi keputusan yang disepakati, itulah yang terjadi pada perang khandak atau perang
ahzab. Perang ini menggunakan parit sebagai strateginya atas usulan Salman Al Farisi, maka digalilah
parit sedalam kaki kuda dan selebar lompatannya.Hikmah Syura
Manakala syura telah dilaksanakan dengan baik, ada banyak hikmah yang akan diperoleh bagi kaum
muslimin dalam kehidupan berjamaah. Sekurang-kurangnya, ada lima hikmah yang akan kita peroleh.
Pertama, keputusan yang akan diambil akan lebih sempurna dibanding tanpa musyawarah.
Kedua, masing-masing orang merasa terikat terhadap keputusan musyawarah sehingga ada rasa memiliki
terhadap isi keputusan musyawarah tersebut dan dapat mempertanggungjawabkannya secara
bersama-sama.
Ketiga, memperkokoh hubungan persaudaraan dengan sesama muslim pada umumnya dan anggota dalam
jamaah pada khususnya yang harus saling kuat menguatkan. Dengan demikian, dapat dihindari terjadinya
perpecahan yang diakibatkan tidak dipertemukannya perbedaan pendapat.
Keempat, dapat dihindari terjadinya dominasi mayoritas dan tirani minoritas, karena dalam musyawarah,
hakikat pengambilan keputusan terletak pada kebenaran, bukan semata-mata pertimbangan banyaknya
jumlah yang berpendapat atau berpihak pada suatu persoalan.
Kelima, dapat dihindari adanya hasutan, fitnah dan adu domba yang dapat memecah belah barisan
perjuangan kaum muslimin, karena musyawarah dapat memperjelas semua persoalan yang dihadapi.
Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi kita betapa dalam kehidupan keluarga, masuyarakat dan bangsa
sangat penting untuk dilakukan musyawarah dan masalah-masalah yang berkembang harus didialogkan
sehingga dari dialog bisa dijadikan sebagai pembahasan yang bisa dimusyawarahkan. [A Yani]


[+/-] Selengkapnya...

studi keanekaragaman jenis ikan di sungai karang mumus

ABSTRAK

Atok Budi Santoso. Studi Keanekaragaman Jenis Ikan Di Sungai Karang Mumus. Dibawah bimbingan (Bapak H. Jailani dan Bapak Helmy Hassan).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis, indeks keanekaragaman dan indeks kesamaan ikan yang terdapat di sungai Karang Mumus, sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai penunjang mata kuliah vertebrata, ekologi hewan serta sebagai informasi kepada Masyarakat bahwa ikan apa saja yang dapat hidup di sungai Karang Mumus dimana kita tahu bahwa sungai Karang Mumus telah tercemar dan juga pihak lain yang mempunyai kepentingan dalam hal penelitian.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 Mei sampai 24 juli 2007, di sungai Karang Mumus. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang mengambil data-data yang ada pada saat penelitian, tanpa memberikan perlakuan terlebih dahulu.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua jenis ikan yang ada di sungai Karang Mumus, sedangkan yang menjadi sampel adalah semua jenis ikan yang berhasil tertangkap di wilayah penelitian tersebut.Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh:
1. Ditemukan 10 spesies diantaranya ikan Haruan/Gabus (Ophiocephalus melanosoma), Betok/Puyu (Anabas testudenius), Biawan (Holostoma temmincki), Sepat siam (Trichogaster pectoralis Regan), Patin (Pangasius nasutus), Pipih (Notopterus chitala), Lais (Lais hexanema), Salap (Puntius schwanefeldi), Nila (Oreochromis niloticus), Cicak/Utik (Batrachocephalus mino) yang didominasi oleh 3 spesies dominan yaitu Cicak/Utik (Batrachocephalus mino), Sepat siam (Trichogaster pectoralis regan) dan Haruan/Gabus (Ophiocephalus melanosoma).
2. Dari perhitungan indeks keanekaragaman maka besar indeks keanekaragaman ikan di sungai Karang Mumus pada bagian ulu masih tinggi tetapi pada bagian hilir rendah dengan koefisien kesamaan dari ketiga stasiun berkisar antara 57,14 % - 75 %.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencemaran adalah perubahan sifat Fisika, Kimia dan Biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Perubahan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau organisme lainya, proses-proses industri dan tempat tinggal. Pencemaran merupakan penambahan bermacam-macam bahan sebagai aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan (Indra Chahaya, 2003).
Sungai Karang Mumus merupakan salah satu anak sungai Mahakam yang mempunyai arti penting bagi masyarakat kota Samarinda. Ini dikarenakan di daerah aliran sungai ini bermukim sekitar 241.000 jiwa (40,85 persen) dari total penduduk Samarinda yang sekitar 590.000 jiwa (Kompas, 2006).
Banyaknya jumlah penduduk yang bermukim di pinggiran sungai Karang Mumus serta kurang kesadaran dari masyarakat menyebabkan tercemarnya sungai Karang Mumus. Limbah pabrik, limbah domestik, amoniak, dan residu pupuk maupun pestisida hasil kegiatan sektor pertanian serta kerusakan hutan akibat kegiatan penduduk di sekitar sungai Karang Mumus karena dijadikan lahan pertanian. Hal ini merupakan beberapa faktor yang menyebabkan tercemarnya sungai Karang Mumus.
Anggapan bahwa badan perairan merupakan tempat pembuangan limbah baik limbah domestik maupun limbah industri adalah salah karena dapat menyebabkan perubahan dan gangguan terhadap sumber daya air. Organisasi yang tergolong dalam kelompok organisme akuatik adalah yang pertama kali mengalami kehidupan buruk secara langsung dari pengaruh limbah atau pencemaran terhadap badan air (Indra Chahaya, 2003).
Pencemaran sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda semakin mengkhawatirkan. Hal ini bisa dilihat dari hasil penyusuran di SKM oleh Bapedalda Kaltim mulai Jembatan I Jl. P. Suriansyah hingga Jembatan Perniagaan Samarinda (Pasar Segiri). Bila beberapa puluh tahun lalu, kualitas SKM masih terlihat cukup jernih hingga bisa melihat dasar sungai, maka sekarang sudah tidak bisa lagi. Bahkan, saat ini airnya tampak kehitam-hitaman. Ditambah lagi banyaknya kotoran limbah-limbah rumah tangga. (Kaltim Post Cyber News, 2005).
Pada musim kemarau air sungai Karang Mumus berwarna kehitam-hitaman dan menimbulkan bau yang tidak sedap, sedangkan pada waktu penghujan dapat terjadi luapan air sungai membawa lumpur berwarna kekuning-kuningan.
Salah satu indikator tercapainya kesejahteraan sosial adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang antara lain kebutuhan akan perumahan. Untuk menangani pemukiman kumuh ditengah perkotaan yang berada di tepi Sungai Karang Mumus, maka pemerintah Kota Samarinda membuat suatu program pemindahan warga yang tinggal di tepi sungai Karang Mumus. Pelaksanaan program dilakukan secara bertahap dan untuk tahap pertama akan dipindahkan sebanyak 394 KK. Namun program tersebut tidak berjalan sesuai yang diharapkan, tidak seluruh masyarakat bersedia pindah dari tepi sungai tersebut hanya sebagian kecil masyarakat yang bersedia dipindahkan yaitu mulai Jembatan I hingga Jembatan III (Syafruddin Apidiani, (Tanpa Tahun)).
Keberadaan sungai Karang Mumus yang semakin memprihatinkan, karena banyaknya zat-zat pencemar (polutan) yang masuk kedalam dan tanpa disadari oleh manusia, bahwa pada sungai tersebut terdapat barbagai macam jenis keanekaragaman hayati. Adanya keanekaragaman hayati perlu dibina dan dilestarikan untuk berbagai kepentingan misalnya sebagai mata pencaharian penduduk yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai penunjang sarana pendidikan khususnya yang berhubungan dengan semua jenjang pendidikan.
Salah satu keanekaragaman hayati di sungai Karang Mumus adalah ikan. Menurut Chahaya (2003), ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Penelitian tentang keberadaan ikan yang ada di sungai Karang Mumus sudah banyak dipelajari maupun diteliti tetapi penelitian ini perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran terbaru tentang keanekaragaman jenis ikan yang dapat hidup di sungai tersebut walaupun keadaan dari pada sungai Karang Mumus itu sendiri saat ini kualitasnya telah diatas ambang batas normal sungai pada umumnya (Kompas, 2006)..
Atas pertimbangan tersebut diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Studi Keanekaragaman Jenis Ikan di sungai Karang Mumus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis ikan apa saja yang terdapat di sungai Karang Mumus?
2. Berapa besar indeks keanekaragaman jenis ikan di sungai Karang Mumus?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis ikan yang terdapat di sungai Karang Mumus.
2. Untuk mengetahui berapa besar indeks keanekaragaman jenis ikan di sungai Karang Mumus.
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat bahwa ikan apa saja yang dapat hidup di sungai Karang Mumus dimana kita tahu bahwa sungai Karang Mumus telah tercemar.
2. Sebagai penunjang mata kuliah Vertebrata, Ekologi Hewan dalam kegiatan praktikum di lapangan.
3. Sebagai bahan informasi untuk studi atau penelitian-penelitian selanjutnya.


[+/-] Selengkapnya...

Korelasi Antara Kebiasaan Membaca Dengan Kemampuan Membaca

abstraks:

KORELASI ANTARA KEBIASAAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS XI SMA TAMAN ISLAM CIBUNGBULANG BOGOR.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, terutama dalam teknologi percetakan maka semakin banyak informasi yang tersimpan di dalam buku. Pada semua jenjang pendidikan, kemampuan membaca menjadi skala prioritas yang harus dikuasai siswa. Dengan membaca siswa akan memperoleh berbagai informasi yang sebelumnya belum pernah didapatkan. Semakin banyak membaca semakin banyak pula informasi yang diperoleh. Oleh karena itu, membaca merupakan jendela dunia, siapa pun yang membuka jendela tersebut dapat melihat dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Baik peristiwa yang terjadi pada masa lampau, sekarang, bahkan yang akan datang.
Banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan membaca. Oleh karena itu, sepantasnyalah siswa harus melakukannya atas dasar kebutuhan, bukan karena suatu paksaan. Jika siswa membaca atas dasar kebutuhan, maka ia akan mendapatkan segala informasi yang ia inginkan. Namun sebaliknya, jika siswa membaca atas dasar paksaan, maka informasi yang ia peroleh tidak akan maksimal.Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang yang tertulis semata. Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca, agar dia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya agar lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
Kegiatan membaca juga merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat aktif reseptif. Dikatakan aktif, karena di dalam kegiatan membaca sesungguhnya terjadi interaksi antara pembaca dan penulisnya, dan dikatakan reseptif, karena si pembaca bertindak selaku penerima pesan dalam suatu korelasi komunikasi antara penulis dan pembaca yang bersifat langsung.
Bagi siswa, membaca tidak hanya berperan dalam menguasai bidang studi yang dipelajarinya saja. Namun membaca juga berperan dalam mengetahui berbagai macam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Melalui membaca, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diketahui dan dipahami sebelum dapat diaplikasikan.
Membaca merupakan satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan1.
Adapun kemampuan bahasa pokok atau keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah mencakup empat segi, yaitu :
a. Keterampilan menyimak/mendengarkan (Listening Skills)
b. Keterampilan berbicara (Speaking Skills)
c. Keterampilan membaca (Reading Skills)
d. Keterampilan Menulis (Writing Skills)2
Empat keterampilan berbahasa tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat satu sama lain, dan saling berkorelasi. Seorang bayi pada tahap awal, ia hanya dapat mendengar, dan menyimak apa yang di katakan orang di sekitarnya. Kemudian karena seringnya mendengar dan menyimak secara berangsur ia akan menirukan suara atau kata-kata yang didengarnya dengan belajar berbicara. Setelah memasuki usia sekolah, ia akan belajar membaca mulai dari mengenal huruf sampai merangkai huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata bahkan menjadi sebuah kalimat. Kemudian ia akan mulai belajar menulis huruf, kata, dan kalimat.
Keterampilan berbahasa berkorelasi dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. sehingga ada sebuah ungkapan, “bahasa seseorang mencerminkan pikirannya”. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya.
Kegiatan membaca perlu dibiasakan sejak dini, yakni mulai dari anak mengenal huruf. Jadikanlah kegiatan membaca sebagai suatu kebutuhan dan menjadi hal yang menyenangkan bagi siswa. Membaca dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja asalkan ada keinginan, semangat, dan motivasi. Jika hal ini terwujud, diharapkan membaca dapat menjadi bagian dari kehidupan yang tidak dapat dipisahkan seperti sebuah slogan yang mengatakan “tiada hari tanpa membaca”.
Tentunya ini memerlukan ketekunan dan latihan yang berkesinambungan untuk melatih kebiasaan membaca agar kemampuan membaca, khususnya membaca pemahaman dapat dicapai. Kemampuan membaca ialah kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan3.
Keluhan tentang rendahnya kebiasaan membaca dan kemampuan membaca di tingkat Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA), tidak bisa dikatakan sebagai kelalaian guru pada sekolah yang bersangkutan. Namun hal ini harus dikembalikan lagi pada pembiasaan membaca ketika siswa masih kecil. Peranan orang tualah yang lebih dominan dalam membentuk kebiasaan membaca anak. Bagaimana mungkin seorang anak memiliki kebiasaan membaca yang tinggi sedangkan orang tuanya tidak pernah memberikan contoh dan mengarahkan anaknya agar terbiasa membaca. Karena seorang anak akan lebih tertarik dan termotivasi melakukan sesuatu kalau disertai dengan pemberian contoh, bukan hanya sekedar teori atau memberi tahu saja. Ketika anak memasuki usia sekolah, barulah guru memiliki peran dalam mengembangkan minat baca yang kemudian dapat meningkatkan kebiasaan membaca siswa. Dengan demikian, orang tua dan guru sama-sama memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk dan meningkatkan kebiasaan membaca anak.
Kenyataan menunjukkan soal-soal Ujian Akhir Sekolah (UAS) sebagian besar menuntut pemahaman siswa dalam mencari dan menentukan pikiran pokok, kalimat utama, membaca grafik, alur/plot, amanat, setting, dan sebagainya. Tanpa kemampuan membaca pemahaman yang tinggi, mustahil siswa dapat menjawab soal-soal tersebut. Di sinilah peran penting membaca pemahaman untuk menentukan jawaban yang benar. Belum lagi dengan adanya standar nilai kelulusan, hal ini memicu guru bahasa Indonesia khususnya untuk dapat mencapai target nilai tersebut.
Inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna mengetahui bagaimana kebiasaan membaca dan pemahaman siswa di Sekolah Menengah Tingkat Atas. Penulis akan menuangkannya dalam skripsi ini dengan judul “Korelasi Antara Kebiasaan Membaca dengan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor”.

B. Identifikasi Masalah
Adapun masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana kebiasaan membaca siswa kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor ?
b. Hal apa saja yang dapat menghambat kebiasaan membaca siswa kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor ?
c. Hal apa yang dapat menunjang kebiasaan membaca siswa kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor ?
d. Bagaimana kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor
e. Adakah korelasi antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor ?

C. Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi menjadi :
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah pada
“Korelasi antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor”.
D. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan pembatasan masalah, dalam penelitian ini masalah dirumuskan menjadi : Adakah korelasi antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI SMA Taman Islam Cibungbulang Bogor ?

E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi siswa, guru bahasa indonesia, orang tua, dan penulis sendiri khususnya dalam membentuk dan meningkatkan kebiasaan membaca agar terbentuk budaya baca di masyarakat dengan harapan agar dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman.




[+/-] Selengkapnya...

Sebuah Alternatif Bahan Ajar Menulis Paragraf Induktif yang Kontekstual untuk Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong

abstraks:

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan profil desa Pamoyanan terutama tentang kegiatan pendidikan,untuk ini terlebih dahulu penulis menyusun bahan ajar menulis paragraf induktif yang kontekstual untuk siswa kelas VII SMP Nnegeri 1 Cibinobg, keterbacaan bahan ajar ini diuji bagi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong.
Teori yang digunakan adalah teori tentang bahan ajar, terutama tentang sistematika penyusunan bahan ajar. Teori berikutnya tentang paragraf induktif, terutama tentang cirri-ciri paragraf induktif dan syarat-syarat paragraf induktif. Teori yang lainnya tentang pembelajaran kontekstual yang meliputi komponen, karakteristik, dan langkah-langkah pembelajaran kontekstual.
Metode yang digunakan yaitu metode deskripsi, sedangkan teknik pengumpulan data yaitu studi pustaka, observasi, dan tes isi rumpang (prosedur klos). Populasi penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong, sedangkan sampel penelitian adalah siswa kelas VII-B SMP Negeri 1 Cibinong sebanyak sebanyak 39 siswa terdiri atas 20 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Sampel diambil secara acak dengan memperhatikan homogenitas berdasarkan usia, kepandaian, maupun jenis kelamin.
Hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa bahan ajar disusun secara kontekstual dengan menggunakan materi berasal dari lingkungan siswa. Materi tersebut berupa lingkungan siswa SMP Negeri 1 Cibinong, yaitu kegiatan pendidikan di desa Pamoyanan. Bahan ajar yang disusun secara kontekstual adalah untuk kompetensi menulis paragraf induktif bagi siswa kelas VII SMP. Bahan ajar menulis paragraf induktif yang kontekstual,memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. Bahan ajar dapat dibaca dan dipahami dengan mudah oleh siswa. Siswa dapat membaca bahan ajar secara mandiri, dengan persentase keterbacaan mencapai 60,40 %.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Dunia pendidikan di Indonesia mengalami babak baru dalam paradigmanya. Perubahan paradigma tersebut dapat dilihat dari berbagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Secara yuridis peningkatan kualitas pendidikan dilakukan dengan merevisi undang-undang nomor 2 tahun 1989, menjadi undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1 ayat (1) undang-undang nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang efektif agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sementara dari segi kurikulum telah terjadi beberapa kali perubahan. Mulai dari kurikulum 1974, kurikulum 1984, krikulum 1994 dengan suplemen tahun 1999, kurikulum 2004 dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi, yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun 2006. Perubahan kurikulum dilakukan pemerintah dalam upaya penyempurnaan kurikulum yang sudah ada dan merupakan penyesuaian dengan tuntutan kehidupan. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa kurikulum harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilaksanakan berdasarkan prinsip bahwa potensi, perkembangan, dan kondisi peserta didik diarahkan untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
Pembelajaran pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan difokuskan kepada pengembangan kemampuan peserta didik untuk menguasai berbagai kompetensi yang tertuang dalam standar isi. Guru juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam mengolah bahan pembelajaran. Sosok guru sebagai pembelajar harus lebih kreatif dan inovatif, sehingga guru sebagai orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran benar-benar memiliki kualitas. Tanpa bantuan guru, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal.
Keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh peserta didik terdapat dalam standar isi mata pelajaran Bahasa Indonesia, terdiri dari empat aspek, yakni mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Pada pelaksanaanya keempat keterampilan berbahasa tersebut tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan antara satu dengan yang lainya. Seperti yang dikatakan oleh Tarigan, (1985: 1) bahwa keempat keterampilan berbahasa pada dasarnya merupakan satu kesatuan, merupakan catur tunggal.
Khususnya dalam kegiatan menulis, komunikasi yang terjalin ditandai dengan sampainya gagasan penulis kepada pembaca secara tepat. Untuk itu dituntut berbagai kemampuan diri peserta didik setelah diberikan pengetahuan baik didalam maupun diluar kelas. Kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan diantaranya kemampuan menguasai gagasan, kemampuan menguasai bentuk karangan, kemampuan menggunakan gaya, dan kemampuan menggunakan ejaan dan tanda baca.
Penulisan paragraf merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan menulis. Hal ini dikarenakan perwujudan dari karangan adalah rangkaian paragraf yang saling berhubungan. Paragraf merupakan inti sebuah pikiran dalam karangan. Pokok pikiran tersebut dikemas dalam beberapa kalimat yang saling berhubungan mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat penjelas, dan kalimat penutup. Kalimat-kalimat tersebut membentuk satu-kesatuan yang saling berhubungan sehingga ide pokok yang disajikan menjadi jelas.
Kemampuan menulis paragraf harus dikuasai peserta didik agar dapat menulis dengan baik dan benar. Untuk mencapai kompetensi tersebut, diperlukan bahan ajar yang sesuai. Guru sebagai pelaksana pendidikan dan pengajaran di sekolah, harus lebih kreatif dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan pesera didik. Oleh karena itu bahan ajar yang disusun harus berada pada konteks peserta didik, dengan melakukan pendekatan pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual (Cotextual Teaching and Learning) merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan keterkaitan materi dan aktivitas pembelajaran dengan lingkungan sosial, budaya, dan geografis tempat peserta didik berada, dan karakteristik peserta didik itu sendiri. Guru dapat menghadirkan suasana nyata ke dalam kelas. Guru juga dapat mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian tentang penyajian bahan ajar dalam menulis paragraf. Adapun judul penelitian ini sangat erat sekali hubungannya dengan penulis yang dalam hal ini dengan pekerjaan penulis sebagai guru dan juga mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Indonesia. Dengan demikian maka penulis merumuskan judul penelitian ini yakni Sebuah Alternatif Bahan Ajar Menulis Paragraf Induktif yang Kontekstual untuk Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong.
Tingkat keterbacaan terhadap bahan ajar tentang menulis paragraf induktif yang disajikan akan diketahui berdasarkan analisis terhadap nilai tes peserta didik. Hasilnya menggambarkan tingkat kesesuaian bahan ajar tersebut bagi peserta didik kelas VII Sekolah Menengah Pertama.

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Batasan Masalah
Masalah penelitian yang terdapat pada latar belakang masalah di atas masih terlalu luas sehingga perlu dibatasi. Pembatasan masalah pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Penelitian ini terbatas pada kompetensi dasar menulis paragraf induktif yang terdapat dalam KTSP.
2. Desa Pamoyanan Kecamatan Cibinong Kabupaten Cianjur dijadikan sumber data penelitian.
3. Siswa yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong.

1.2.2 Rumusan Masalah
Masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebuah alternatif bahan ajar menulis paragraf induktif yang kontekstual. Secara jelas masalah tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
1. Bagaimanakah deskripsi profil Desa Pamoyanan Kecamatan Cibinong Kabupaten Cianjur ?
2. Bagaimanakah gambaran khusus bidang pendidikan di Desa Pamoyanan, yang bisa dijadikan materi bahan ajar menulis paragraf induktif ?
3. Bagaimanakah susunan bahan ajar menulis paragraf induktif yang kontekstual untuk siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong ?
4. Bagaimanakah tingkat keterbacaan bahan ajar menulis paragraf induktif yang kontekstual oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan termasuk penelitian ini tidak terlepas dari tujuan yang hendak dicapai. Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam pelaksanaan penelitian ini disajikan satu per satu.
1. Ingin mendeskripsikan profil Desa Pamoyanan Kecamatan Cibinong Kabupaten Cianjur.
2. Ingin mendeskripsikan gambaran khusus yang menarik dalam bidang pendidikan di Desa Pamoyanan, yang bisa dijadikan materi bahan ajar menulis paragraf induktif yang kontekstual
3. Ingin mendeskripsikan susunan bahan ajar menulis paragraf induktif yang kontekstual untuk siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong.
4. Ingin mendeskripsikan tingkat keterbacaan bahan ajar menulis paragraf induktif yang kontekstual oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong.

1.3.2 Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini dapat bermanfaat besar dalam mengembangkan bahan ajar menulis. Adapun manfaat secara khusus yaitu sebagai berikut.
1. Manfaat bagi penulis
Sebagai latihan dan pengalaman belajar dalam membuat karya tulis ilmiah dan menyajikan alternatif bahan ajar tentang menulis paragraf induktif yang kontekstual.
2. Manfaat bagi guru mata pelajaran
Menjadi masukan dan memperkaya atau bahan perbandingan bahan ajar sehingga menjadi alternatif penyajian pembelajaran kepada siswa.
3. Manfaat bagi siswa
Menyediakan bahan ajar yang siap dipelajari sehingga memudahkan dalam memahami materi pelajaran.
4. Manfaat bagi sekolah
Untuk mencapai standar kompetensi lulusan dalam keterampilan menulis bagi peserta didik, sesuai dengan tuntutan kurikulum.

1.4 Anggapan Dasar
Anggapan dasar atau postulat merupakan sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik (Arikunto, 2006:60). Anggapan dasar yang menjadi titik tolak penelitian ini disajikan di bawah ini.
1. Kompetensi menulis paragraf induktif harus dikuasai siswa, terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
2. Penguasaan siswa terhadap berbagai kompetensi pembelajaran antara lain ditentukan oleh kemampuan guru dalam menyusun bahan ajar yang sesuai.
3. Melalui pembelajaran kontekstual maka materi pembelajaran dapat diintegrasikan dalam kehidupan nyata, dengan harapan siswa dapat lebih memahami materi yang dipelajarinya.
4. Keterbacaan bahan ajar menulis paragraf induktif oleh siswa kelas VII SMP dapat dicapai melalui alternatif sajian bahan ajar yang sistematis dan kontekstual.

1.5 Definisi Operasional
Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan secara operasional sehubungan dengan masalah penelitian ini. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
1. Alternatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pilihan penyajian bahan ajar dalam upaya mencapai tujuan sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2. Bahan ajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, baik berupa bahan yang tertulis maupun yang tidak tertulis, sehingga siswa dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis.
3. Bahan ajar yang dimaksud adalah bahan ajar yang dibuat oleh penulis untuk digunakan di kelas VII SMP pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, dengan merujuk pada kompetensi dasar menulis paragraf induktif.
4. Menulis paragraf induktif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan menyajikan ide atau gagasan secara tertulis dalam bentuk paragraf, Pengembangan paragraf tersebut dimulai dengan rincian-rincian yang bersifat khusus kemudian diakhiri dengan penjelasan yang bersifat umum.
5. Pembelajaran kontekstual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan keterkaitan konteks materi dan aktivitas pembelajaran dengan lingkungan di mana siswa berada.
6. Keterbacaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sulit atau mudahnya siswa kelas VII SMP Negeri 1 Cibinong untuk membaca dan memahami wacana yang dibacanya dalam bahan ajar menulis paragraf induktif yang kontekstual.


[+/-] Selengkapnya...

 

trias. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com